Desa Pujon Kidul ini didirikan oleh dua orang yakni Raden Joyo dan Den Ajeng Karsinah, diperkirakan tahun 1685 pasangan ini datang ke bagian barat hutan Amat Dariman di wilayah kecamatan Pujon, karena kehilangan arah akhirnya wilayah hutan yang mereka buka terbagi menjadi dua wilayah yakni sebelah Utara dan Selatan. Babat hutan yang telah dibuka inilah muasal berdirinya desa Pujon Kidul. Konon nama Pujon kidul berasal dari kata Pamujan, yang artinya tempat pemujaan. Pada zaman Majapahit bila seorang raja atau anggota keluarga kerajaan sudah purnah tugas, mendekati masa menghadap pencipta, sudah sangatlah tua, maka mereka diarahkan mendekatkan diri kepada sang maha kuasa, yang dalam kultur hidup disebut Sang Hyang Widi Wase. Mereka bertapa di sana, memilih daerah tertinggi di puncak gunung, dengan keyakinan merupakan tempat atau lokasi yang dekat dengan Sang Maha Kuasa. Oleh karenanya daerah ini oleh pemerintahan kerajaan Majapahit dikenal dengan nama Desa Pamujan atau Desa Pujaan diringkas menjadi Pujon. Karena berada di wilayah selatan maka disebut Pujon Kidul. Yakni tempat pemujaan di Wilayah Selatan. Hutan Pujon Kidul telah terbuka, orang orang mulai mendatanginya. Ada tiga wilayah yang menjadi sasaran orang untuk datang mendiami dan membentuk satu komunitas. 3 Wilayah itu terbagi atas 3 dusun, yakni : Pertama, Dusun Krajan. Terletak di Pusat Wilayah Desa Pujon Kidul, menjadi pusat keramaian dan pemerintahan desa. Kontur wilayah yang relatif landai dibandingkan dusun lain menjadikan desa ini sebagai tempat tujuan mereka yang akan bertandang ke tempat pemujaan. Bermukim dan mendirikan rumah di sana hingga beranak pinak. Asal usul penduduk di dusun krajan ini adalah dari penduduk Majapahit yang bertujuan mendatangi dan mendekatkan pamujan atau tempat pemujaan. Kedua, Dusun Tulung rejo, Dusun ini berawal dari nama Kampungan, dinamakan demikian karena merupakan tempat penampungan. Saat dibuka kali pertama oleh seseorang yang dipanggil Mbah Rasemun tempat ini masih hutan belantara, dia " babat alas". Sesudah itu satu persatu mereka yang ingin menepi dari kota yang berada dalam kekuasaan Belanda datang, membuat perkampungan. Tulung Rejo dilekatkan sebagai nama dusun berkaitan erat dengan kisah adanya sungai yang menjadi penyelamat karena berhasil merepotkan tentara Belanda untuk datang, sungai ini melintang tentara datang. Menjadi penolong, jadilah dinamakan Tulung Rejo, hingga saat ini. Ketiga, Maron. Dibuka oleh seorang lelaki asal Bangkalan, penduduk setempat memanggil dengan nama Mbah Saleh. Sumber air yang diupayakannya dan lestari hingga kini dinamakan sesuai namay pula "Sumber Saleh".Dusun ini awalnya hanya dihuni mereka yang berasal dari Madura, bahasa sehari-hari juga menggunakan bahasa ibu asal pulau garam itu, disebut Maron, karena dusun ini menjadi kantong perkampungan etnis Madura, yang berdatangan dan beranak pinak di sana. Hingga kini mereka masih menguasai keberadaan kampung maron baik dari bahasa, maupun dari sisi budaya dengan kesenian Sanduk sebagai penanda. Pergeseran zaman, akulturasi pernikahan dengan orang luar akhirnya membuat desa ini kini tak lagi dihuni masyarakat etnis Madura saja, sudah berbaur dengan suku lain termasuk Jawa, meskipun bahasa dan budaya tetap bernuansa Madura.
Begitulah cerita desa Pujon Kidul dari masa ke masa hingga menjadi tiga wilayah